Thursday, December 22, 2011

#obong

Hari-hari lewat begitu saja, begitulah Rama merasa sejak Sinta diculik oleh Rahwana. Banyak yang berubah, tapi tidak dengan batinnya.

Dendamnya pada Rahwana awet muda. Dendam pengantin baru yang dipisahkan paksa. Umur bertambah, tapi tidak dengan sejarah. Marah.  

Pucuk hatinya terlanjur hangus dibakar prasangka. Hari yang gerah di Pancawati. Rama dan jutaan kera yang menunggu titah. Lukisan.  

Sementara, Sinta dikepung rayuan di sana. Samar-samar tembus ke seberang laut. Sontak Rama menggerung, melepas cincin. Diam badai.

Kera mana saja yang mampu mengantarkan cincin ini secepatnya, majulah. Anoman lima belas hari. Anggada seminggu. Lima, tiga, semalam.  

Dari bukit ke hamparan pasir, dari pasir ke karang, dari karang, satu lompatan berikutnya, Anoman sampai ke seberang. Ibukota.  

Dari pasir ke dahan, cabang ke ranting, dari atas pohon Nagasari, Anoman meluncur turun. Seorang perempuan menyambutnya. Inikah?

Lewat mata keranya yang waspada, Anoman tahu, bening di sudut kerling Sinta telah membatu. Ia tak mampu memandangnya. Tunduk.  

Cincin diserahkan. Anoman tahu, Sinta kecewa. Kini telah terlalu longgar. Sesaat, cincin itu telah terpasang di ibu jari tangan kiri.  

Dengan tangan yang sama, Sinta melepas kancing gelung, mengurai rambutnya. Rambut yang membangkitkan hasrat, tergerai sudah.

Kancing gelung diserahkan, Anoman gemetar. Sinta silam tanpa kata, wanginya saja yang tertinggal. Di seberang, Rama terbangun.  

Digerakkan oleh napasnya yang tiba-tiba memburu, Anoman mengamuk. Taman Soka diobrak-abrik. Besok, rayuan Rahwana akan tertunda.  

Geger di Alengka. Ratusan raksasa penjaga mengerubut, yang lain lintang pukang belum paham, menyambar senjata. Perang. Perangkap.

Indrajit, anak Rahwana yang sakti meringkus Anoman. Kera itu dihajar, diseret, diikat dan kini telah berada di tumpukan kayu bakar.  

Api kemarahan Rama yang menyulutnya, asmara dahana. Api meliuk seperti tembang. "Nyali seorang pencuri, dibatasi sembunyian, ...

... di taman bunga karaton, meski hatimu berpesta, sungguh tak akan lama, aku yang akan memburu, membakarmu dengan rasa."  

Api menjilat-jilat, seperti penjilat menjilati tapak kaki dewa-dewi. Anoman pulang membawa pesan, Rahwana tak jera-jera. *salam  

No comments: