Monday, February 13, 2012

#masem

Sumpah. Aku belum pernah dimainkan. Demikian kata seorang wayang yang baru rampung diwarnai. Iya kan? Tangkainya saja belum dipasang.

Bukan ingin dipuji. Tapi benar bahanku istimewa sekali. Kulit kerbau dari Jodhok, ditatah selama bertahun, dipulas turun-temurun.  

Oh ya. Ini prada dari kota, dalang-dalang banyak yang suka. Gak tahu kamu. Tapi bagaimana menurutmu? Apakah aku pantas naik panggung?  

Setidaknya simpinglah aku, tancapkan dekat gunungan. Sebagai pemula, sekedar dipajang pun tak apa. Ehm... Tapi jangan lama-lama ya.

Apa, belum masem? Apa itu masem? Oh, jadi harus tua dulu baru naik panggung? Bukan tua tapi dewasa. Ah, sama. Bilang saja tidak suka.  

Keburu wayang tak laku, jadi sia-sia aku menunggu. Jangan salah, bukan ingin bersaing. Bukan. Bukan itu. Sekedar ingin bersanding.  

Itu lho. Bima yang kauwarisi dari kakek buyutmu. Aku jatuh cinta. Emm... Apakah ada cara membuatku masem lebih cepat. Ada dong ya.

Sedikit siksaan tak apa. Aku bersedia. Lagi pula, untuk Arimbi, wayang sepertiku jarang ada. Susah kautemukan lagi pembuatnya.  

Atau, pradanya dikerik aja. Atau dihujan-hujankan... atau apa... Jangan diam saja. Katanya dalang... Jangan bikin wayang kecewa gitu.  

Tapi kalau memang demikian adanya, jika benar lakon-lakon tentang raksasa tak lagi jadi pilihan, jika kami hanya sekedar pijakan...

Aku akan mengungsi. Mencari dalang yang lain lagi... yang tak silau oleh prada, yang mampu mendewasakan yang muda sepertiku.  

Atau setidaknya, bersedia menua bersama... Merelakan malam untuk berbagi cerita... menemani mereka yang terjaga. *salam raksasa

2 comments:

Dedi Aram said...

raksasa diperlukan untuk melihat yg selain raksasa heihe
salam kopi item kang

Nanang Hape said...

Yup, begitulah... salam