Saturday, November 12, 2011

#sampak

Maka kenalilah sebelum menilai nada-nada tak bertuan ini. Tuan telah silam meninggalkan keakuannya. Tinggal pengakuan kita. #sampak

2222 3333 1111 1111 2222 6666 6666 3333 2222 | 2222. Kemarahankah? Keterkejutankah? Bisa juga sakit atau senang yang terlalu. #sampak

3232 5353 2321 2121 3232 5616 1616 5353 6532 | 3232 6532. Nada jatuh yang sama. Rasa berbeda. Bukan sampak. Ini masih berbincang. #sampak

Dia sampak yang lebih muda, belum puncak, namanya Srepeg. Srepeg, sibuk, seperti lalu lalang kendara kereta, kuda dan manusia. #sampak

Lalu timbangan 'njomplang'. Satu arah. Maka sampak mulai berbunyi. Mulai menegaskan diri, mendampingi lakuan kisah sampai pagi. #sampak

Lakon melarut di lantunan, juga lanturan. Titik tujuan mulai kelihatan. Maka jalur liku tanjaknya pun mulai direncanakan. Manyura. #sampak

Siapa tokoh sore dan tengah malam tadi, siapa tokoh pagi nanti. Nada-nada yang berderet lurus-lurus saja inilah yang ikut menandai. #sampak

Nada-nada yang menyeret pengertian, seperti arus yang mengalirkan pemahaman. Angin berubah, berdesir pelan, membadaikan ingatan. #sampak

Tentu perlu beberapa jeda, setidaknya untuk mengendapkan yang teraduk. Maka Ayak-ayak membuat kita tunduk. Mengasyiki diri. #sampak

Menjaksai, mempembelai, lalu menghakimi. Tapi tak ada putusan yang lebih berat dari hukuman. Sekedar menjalani masa percobaan. #sampak

Sampai pertunjukan usai. Ada yang tidak berubah, sesyahdu apapun Ayak-ayakmu, serampak apapun Sampakmu. Tuan tetap menghilang. #sampak

Begitulah yang kami percaya. Sebaik-baik dalang adalah yang mampu menghilang, tinggal cerita dan wayang-wayang di layarnya. Salam. #sampak

No comments: